Sabtu, 08 April 2017

Kehidupan yang Getir

10 comments

Mereka ada disekitar kita, harus menjalani kehidupan yang getir di usia senja.

Sejak tahun 1990 Nenek Yati begitu orang sekitar memanggilnya, ditinggal oleh suaminya. Anaknya pun merantau ke pulau Jawa dan tak pernah datang lagi atau pulang kembali untuk melihat keadaannya.

"Aku telah lupa dengan wajah anakku." Begitu yang keluar dari mulut nenek Yati dengan suaranya yang hampir tak terdengar.

Di usia senja nenek Yati harus menjalani kehidupan yang sepi hanya rasa sakit yang tidak pernah ada harapan untuk berobat, meski hanya ke Puskes di kampungnya. Kecuali bila ada yang bersedia dan peduli untuk membawanya ke Puskes.

Sesekali batuk yang hanya dilewatinya dengan keluhannya yang hanya terdengar olehnya sendiri.

Tubuh renta nenek Yati sudah demikian bungkuk. Saat berjalan dia sempoyongan karena tubuh rentanya yang hampir tak mampu menopang raganya. Seluruh rambutnya telah memutih, suaranya pun sudah hampir tak terdengar dengan jelas, semua itu karena faktor usia. Ingatannya juga sudah tak setajam ingatan di masa mudanya.

Di bilik geribik berukuran 4 x 5 meter, sorot matahari dengan mudahnya menerobos celah dan robekan diding rumahnya yang tak terurus. Tak ada sekat antara ruang satu dengan ruang lainnya, semua terletak dalam satu ruangan, ruang tamu, ruang makan, ruang masak.

Di usia senja nenek Yati harus menjalani kehidupannya seorang diri. Tempat tidur lapuk dan kelambu usang adalah tempat ternyaman yang ia miliki.

"Alhamdulillah ada saja yang memberikan makanan untukku." Sambil mengalihkan pandangannya pada makanan yang masih berbungkus plastik dengan merek toko swalayan.

"Ini nasi bungkus." Katanya, "dari mereka yang mengulurkan tangannya karena peduli padaku .... Ada juga nasi kotak dan lauknya." Nenek Yati dengan suaranya yang pilu namun tampak ihklas dengan keadaan yang harus ia jalani.

"Mau mengeluh pada siapa?" Tanyanya terbata-bata.

"Yang penting di usia senja ini mash ada yang peduli, meski bukan saudara kandung." Lanjut nenek Yati.

Note :

Ini hanya satu nenek Yati, bukan tak mungkin bila masih ada nenek-nenek Yati yang bernasib sama atau mungkin lebih memilukan lagi dari nenek Yati yang aku ceritakan ini. Suka tidak suka harus menjalani kehidupan yang getir di usia senja.

Semoga saja hati nurani tersentuh sehingga di usia senja pun masih bisa menikmati kebahagiaan di sisa kehidupan.

Catatan hati :

Kesempatan mencari Ilmu dan harta, jangan sampai mengabaikan kesempatan berbakti kepada orang tua, karena bisa jadi kesempatan ini akan hilang dan tidak adalagi kesempatan kedua.

Edisi wisata rohani berbagi kebahagiaan

If You Enjoyed This, Take 5 Seconds To Share It

10 komentar:

  1. Ya Allah, semoga si anak inget sama ibunya. Memang urusan pekerjaan dan dunia sering melenakan

    BalasHapus
    Balasan
    1. kadang karena keasyikan mengejar dunia mengabaikan kewajiban pd ortu ya

      Hapus
  2. Balasan
    1. kalau yang baca aja sedih, gimana saya yang langsung melihat kondisi yang sesungguhnya

      Hapus
  3. Ada rasa takut jika tuaku seperti itu. Hanya seorang diri tiada yang menemani. Ya, banyak orang disekitar bernasib seperti nenek yanti.
    Wajah, masa depan di negeri yang suram. Makan mengharap belas kasihan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah ini yang terjadi kebayakan, orang tua dianggap beban padahal ia adalah ladang pahala yang nyata

      Hapus
  4. sungguh mengharukan, berbakti kpd orang tua yang harus diutamakan, :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. dalam hidup ini ada yang utama, tapi ada yang lebih utama

      Hapus
  5. Sungguh terharu aku baca cerita ini..., rasanya gimana gitu kalau kita dipertemukan dalam keadaan seperti ini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nggk bakal kuat rasanya, harus menjalani masa tua dengan segala kegetiran yang seharusnya dibahagiakan oleh mereka yang pernah keluar dari rahimnya

      Hapus

Terima kasih untuk kehadirannya di blog Maya salam hangat dan persahabatan selalu